Showing posts with label worklife. Show all posts
Showing posts with label worklife. Show all posts

April 15, 2016

di·lem·ma ...










Dilema itu, kalau kita sama-sama tau kalau ga mungkin, tapi masih aja dilanjutkan...

Dilema itu, kalau aku milik yang lain, dan kamu juga, tetapi kita tidak bisa berhenti untuk ingin memiliki...

Dilema itu, kalau pertama biasa saja, makin lama makin luar biasa...

Dilema itu, kalau tau ini sebenarnya salah tapi ga bisa berhenti berbuat salah...

Dilema itu, kalau kita sama-sama menyadari situasi yang makin "panas", tapi sama-sama ga mau membicarakan...

Dilema itu, kalau hubungan jangka panjang terasa membosankan, sehingga membuka pintu untuk orang ketiga masuk...

Dilema itu, kalau sentuhan kecil berubah menjadi sentuhan yang menggoda...

Dilema itu, kalau chatting biasa berubah jadi special dan penuh warna...

Dilema itu, ketika kamu ingin tampil lebih oke dan lebih wangi bukan untuk pasangan mu, tapi untuk orang yang membuat hidup terasa lebih bersemangat...

Dilema itu, kalau kamu mulai cari-cari moment supaya bisa pura-pura ga sengaja bertemu...

Dilema itu, kalau kamu tiba-tiba merasa ingin mememeluknya tanpa alasan yang jelas...

Dilema itu, kalau kita mulai diam-diam cari waktu bersama, walaupun hanya untuk sekedar small and soft touching on coffee break...


Dilema itu, when sensuality become your dream at night...



April 3, 2016

Investasi, perlu banget ngga sih?

Ngebahas masalah investasi ini, gue sempat ngerasa nyesel. Why? Because I just realized how important this matter after 30-something. Sebelumnya, bisa dibilang duit gue gampang ngacir buat beli elektronik dan gadget. Ya maklumlah, hobby susah ditinggalkan. Apalagi kalau udah kerja dan menghasilkan duit sendiri, rasanya kek ada excuse yang mengamini: “Ah masa kerja susah-susah ga bisa dinikmati?” hahaha… (Such a klise).
Anyway, untuk soal travelling sih gue ga pernah nyesel. Never-ever. Soalnya travelling itu in the other side adalah experience, and experience is something precious. So I won’t mind for that.

Back to invest question. Basically, after 30-something gue baru ngerasa, gile gue kerja sekian lama dapat apa sih? Something yang bisa gue pake atau nantinya yang anak gue bisa nikmati? So far, yang gue punya cuma tabungan, dan asuransi. Asuransi juga ga seberapa, paling-paling kalo gue ga ada, anak gue cuma dapet ratusan juta. Buat bayar kuliah juga lenyap itu ya, tapi apa iya mo dapet duit harus nunggu gue ga ada? Sementara you knowlah, laki gue lebih focus ke kinian (today-today-today) daripada mikir : what we have in the next 10 years? Masa sih lu mau banggain beli mobil a-z tapi dana anak belum lo pikirin dari sekarang? Ridiculous, isn’t it?

But after struggling with my own self-consciousness, I decide in last year, gue bakalan ikutan reksadana aja. Hal ini juga didorong oleh gue punya temen yang jago bingits main saham. She’s awesome! So that moment she advise me, untuk rencana jangka panjang, for example like school fees, or medical, which is maybe my daughter need in another 5 years, I could invest on mutual funds. Nah, dia suggest gue, kalo mau jangka panjang, gue harus ambil yang aman aja, naik, tapi ga progresif. Jadi model combine lah dengan pendapatan tetap, ga sepenuhnya saham. Kalo cece gue suruh beli Schroders, tapi karena beli ini harus ke cabang Bank Mandiri utama (or Commonwealth Bank, cmiiw), gue gak sempat. Jadi gue ngikutin temen aja, di SAM (Samuel Asset Management). Gue ambil yang SAM Indonesia Equity Fund dan SAM Syariah Berimbang.

Problemnya adalah, gue masih terlalu oon buat ngikutin: kapan gue harus top up? Jadi gue harus sering Tanya dengan temen gue yang cerdas cadas ini, gue bilang kalau lu mau top up, kabari gue ya. Hahaha… tapi lama-lama gue juga penasaran sebenernya, how to knowing when the right time to top up? Dia ajarin gue supaya download aplikasi Bloomberg di smartphone, karena dari situ bisa dipantau naik-turunnya. Good idea lah. Gue saat ini lagi mencoba, lumayan kalau bisa dalam 5 tahun menghasilkan duit buat anak gue sekolah.
Nah selain itu, gue juga investasi manual (maksudnya ga melibatkan saham), yaitu logam mulia. Ini udah paling aman dan gampang. Tinggal nitip cece ke Antam atau gedung Logam Mulia (Pulogadung) udah deh, tapi ya teteup sih, nitip juga ujung-ujungnya. Maklumlah, gue tinggal di desa, jauh mau kemana-mana… *curcol mode.

Harapan gue sih, setidaknya nanti saat anak gue perlu duit, gue masih bisa kasih dia sesuatu lah. Jangan sampai nih, sebagai orang tua saat ada duit justru diabis-abisin demi kesenangan sendiri. Ga mikirin kalau dunia itu berputar, kadang diatas-kadang dibawah.
Gue ada cerita soalnya, sebuah keluarga yang awalnya ga punya, tiba-tiba karena lahan basah suddenly punya duit banyak. Sebagai kepala keluarga yang melarang istrinya bekerja (katanya kalau istri bekerja gak menghormati suami – alasan klise karena ego), cuma dia seorang yang menghasilkan duit. But instead on focusing their children’s future. Ini malah duit dihabis-habiskan hanya untuk gonta ganti mobil. Kebayang ga, pada jamannya, duitnya banyak bukan diinvestasikan ke property, atau sesuatu yang berharga di masa depan, malah dihabiskan dengan ngejar gengsi. Mungkin disitulah peran penting edukasi ya? Intinya setelah dia ga ada, yang tersisa cuma rumah di pinggiran kota yang butuh banyak renovasi, istri yang hanya ngarep uang pensiunan suami yang ga ada, dan 2 anak yang mau ga mau harus mulai dari 0 untuk for example : beli rumah saat nikah. Padahal seandainya sang suami dulu berpikir: family comes first. Pasti saat dia punya uang banyak, dibelikan anaknya rumah satu-satu. Setelah dia ngga ada, ya udah terserah anaknya mau ditempati atau dijual. Yang jelas kalau dulu (tahun 90-an) beli rumah 100 juta, bisa dipastikan tahun sekarang mungkin bisa mencapai 1M bahkan lebih (tergantung lokasi).

Dari case itu, gue belajar bahwa kebahagiaan sesaat, dalam case ini adalah gonta-ganti mobil untuk kepuasan pribadi dan mengejar gengsi (karena sebelumnya dianggap keluarga yang kurang mampu dibandingkan saudara yang lain), tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna di kemudian hari. You know what, seorang anak itu mencontoh orang tuanya. Kalau saat itu, ada ketegasan bahwa investasi itu penting, gue rasa anak-anak pasti ngikutin. Mana mungkin seorang anak umur belasan tahun mengerti apa yang dibutuhkan dia 10-20 tahun kemudian? Pastilah apa yang dilakukan orang tuanya (saat itu) dianggap yang paling the best. Itulah penyebab kesesatan pikiran dari anak-anaknya. Karena didikan itu (menghabiskan uang untuk terlihat “wah”) dianggap “membahagiakan keluarga”, kalau saat ini dibilang “salah didikan” pasti ngga akan terima. Karena mereka mikirnya: “Gue saat itu happy, kenapa lo sirik?” Meskipun sekarang berakhir dengan have nothing. Padahal dia mungkin ga mikir, seandainya mereka dibelikan rumah, pasti saat ini yang dipikir adalah: “Syukurlah, bokap gue dulu pinter banget” See? Everybody’s happy in the next 10-20 years, hanya dengan keputusan bahwa Investasi itu penting sejak dini.

Mengikuti gengsi supaya dianggap “wah” itu ga ada gunanya by the end of the day, kenapa? Karena yang menikmati hanya dia dan keluarganya saat itu. Ingat “saat itu”. Karena saat ini, mereka ga menyisakan apa-apa lagi selain kenangan. Sementara anak-anak tersebut pada akhirnya akan punya keluarga, tapi secara masa depan, orang tua tersebut justru memaksa anak-anaknya bekerja lebih keras. Padahal sebagai orang tua normal, seharusnya lebih memikirkan kebahagiaan anak jangka panjang, bukan hanya 1-5 tahun saat uang ada. Lebih buruknya, anak-anak sudah ter-brain wash bahwa style mengejar gengsi itu perlu dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari orang, sehingga mereka akan membawa keluarga baru mereka dengan style pamer uang (kalau ada) dan hidup dengan omong besar. Lebih besar pasak daripada tiang. Ketakutan kalau dinilai orang lain bukan orang kaya, dan berakting seperti (masih) jadi orang kaya walaupun duit pas-pasan. Soal masa depan keluarganya urusan nanti, yang penting keliatan (seperti) orang kaya. Kasihan istri dan anak, hidup dengan rasa was-was, terjamin atau tidak hidupnya, tidak dipedulikan. Yang penting duit buat hobby dan gaya-gaya-an ada. Hobby mau gonta-ganti mobil karena merk, bukan karena fungsi. Padahal duit belum turah-turah (duit banyak nganggur) tapi udah mau ini-itu.


Wah didikan keluarga begini memang hanya meninggalkan problem lebih besar saja ke orang lain. Double troubles!        


November 17, 2015

Been So Long... There's Always Have Time for Everything


This is it! Finally I made hard decision to resign in my very previous company.
Why I did that?
Some says, it's a pity, since I've been there almost 9 years.
Yes, almost 9 years!

It's not a while, moreover, as you all know, my company is very well known for it's high turn-over. I should say, that's true. Since in the past 3 years, I found that sales division already have more than 10 person which choose to resigned.
Not sure what went wrong, maybe the management, or the bosses. Who knows, I'm not interesting to find out anymore. So far, I choose this not because of the work load, but mostly because I disappoint with the people.

So here's the story.

Since the first time I'm worked there, I had a manager who teach me and guide me all the job part nicely. For that, I appreciate his skill to teaching me. It's not easy to sharing knowledge and make new employee understand the job desc. But then, as time goes by, in the past 3 years, he become my colleague worker, and I'm handled his previous division. And that's when the problem started. Maybe, he saw me as a competitor, so he started to irritating me with his attitude, even though we're in different division now.

I thought at first, he tried to help. But long after that, I realize that he just have the post power syndrome. He can't accept me, as I'm the Head on my division and he's not. He can't let go what he had before. He still pretending he was the Boss, and I'm his staff. He interfere my decision, giving difficulties for me, instead of being helpful. He once threaten me, said that if "my performance" not good, someday I'll be kicking out from company. Helloooo!!! Who are you?? You're not even my bos. You're not the owner! You're just a crap person, who exposed post power syndrome. And you tried to judge my performance? FYI : 8 years ago, I was only level 1, and you level 3. Now I'm level 3, and you still level 3! So which one of us who didn't actually have good performance? Silly!

Anyway, since that words comes out from his mouth, I made a promise, one day I'll leave this company, and I will show that I still can live without it. I think he underestimate me so bad. Maybe in his opinion, I can't be anyone if I'm not follow his order. Sorry, I don't need your judgement, I don't need your approval to live my life. And I said now : EAT THAT SHITTY FROM YOUR OWN MOUTH!

And I feel relieve now, really I do...

Perhaps in the next month, I need to learn the new jobs harder since it's really different from my background in FMCG. But, it's the price I have to pay to find the new life, a new start.
I'm happy, cause God will guide me... I believe that.
Everything has it's own time to grow.


Matthew 7:7-8
7"Ask, and it will be given to you; seek, and you will find; knock, and it will be opened to you. 
8"For everyone who asks receives, and he who seeks finds, and to him who knocks it will be opened.

August 10, 2015

Better Plans...


Have you ever? Expect something that you might think you will get it, but then at the end of the day, you realize that maybe it was not supposed to be yours.
Disappointing. Today really makes me disappoint. I feel blue.
Maybe God have something better for me, I only believe. Even though I don't know when.
Sad. I'm so sad. That's why I don't like expecting something, if I don't have it, I'm broken heart.

April 2, 2014

Reward and Punishment

Good advise
Dunia kerja kadang susah dijelaskan dengan kata-kata.

Tapi seberat-beratnya, kalau ada kompensasi yang tepat, pasti para pekerja tidak mengeluh panjang x lebar x tinggi.
Apalagi kalau udah masalah dikejar omset. Wuih... sedunia dah!
Bos uda ga tanggung-tanggung kasih punishment untuk lembur sampai jam 11 malam, just like yesterday.
But the question is : Is it worked? 
The answer is simple : Sure did not!

Yang ada malah : para pekerja menjadi under pressure and starting to over load.
Mata ngantuk tapi bos masih sibuk ngoceh ga jelas. Peserta meeting yang kena setrap udah ga fokus mau presentasi apa. Bos ngga mau tau teteup aja ngomel.
So? What we achieve in this situation, actually?
Mostly : grumble and resignation letter, this is soon or later it will happen.

Boss didn't care, so does the staffs.
Why should we?
Did we get, let's say, 10% salary from their salary? (Their refers to : BOSS).
Sure we did not.
Then why should we fight for it? Non-sense.

If you can, just shut-down your computer and go home after 6pm.

February 28, 2014

Another Farewell, Another Good-bye

Today, last day of February. Two of my friends resign from their job. 
One of them is my best friend. 
I feel another lost, ever since my 'partner in crime' also resign 6 months ago.

I really do hope she will get success, because she's smart and supple. A brilliant women. But yes I do feel sad, because she's also my very best friend, even though I am older than her. It feels like another empty space, and I just hope, I will follow them soon. Reaching my dream, and be stress-free. It will be like heaven. And when I can do that, I know I will never regret for everything.

Thanks gal, for being such a nice friends for almost one year. Catch your dream, and success always.

  

November 17, 2011

Bosan, apatis, tak berambisi

Yah benar, itulah gue akhir-akhir ini.


Don't ask me why, it's just happen.


Bulshitt dengan segala keinginan untuk mengembangkan diri, where the hell my passion is? Masa sih passion gue cuma shopping? Unbelievable gue sedangkal itu... (padahal emang bener). Sebelum married padahal gue uda 'bertekad' kalau bakalan mengisi waktu dengan hal yang berguna, yang bisa mengembangkan talenta. But look now? Yang gue lakuin cuma sebatas KERJA, PULANG, NGE-MALL on weekend...  Bukannya gue ga happy, tapi jujur gue bosan.
Padahal ada tuh perumpamaan majikan yang memberikan 5 talenta ke hambanya, dan hambanya bisa mengembalikan 5 talenta plus 5 talenta lagi, total 10 talenta. Hebat nian tuh hamba. Sementara gue, dikasih 1 talenta aja, boro-boro bisa balikin 1 talenta, jangan-jangan malah udah tinggal 1/2 talenta.


Gue merasa ga berguna, stuck!
I just working for living, not working for my passion.


Gimana lagi, kadang kalau kita nurutin passion, kok susah bener nemuin pekerjaan yang cocok. Why? Am I not looking for it? Am I in comfort zone? Mungkin engga juga. Sebenernya kalau dilihat dari kerjaan gue sekarang, cukup menyenangkan. It's just, I can't achieve more, I feel I can't develop myself and it seems I become more lazy everyday. OMG!
What should I do then? Some say, I need to moving forward. Yay! It's not as easy as talking, babe!
Pertama, kerja di Jakarta semakin lama semakin butuh pertimbangan yang matang. Untuk memilih suatu pekerjaan, harus dilihat dari lokasi, salary, dan yang pasti posisi.
Sekarang ini pertimbangan gue :


LOKASI
Semakin jauh lokasi, tentu efeknya semua tau : MACET dan BUANG-BUANG WAKTU. Kebayang donk, gue tinggal di perbatasan Tangerang dengan Jak-Bar, dan (misalnya) gue kerja di Sudirman-Thamrin-Kuningan, you know jam berapa gue harus berangkat? Setidaknya jika masuk kantor jam 8, gue harus berangkat 5.30! Why? Karena ada 3 in 1, jadi gue harus sampe sekitar jam 7 di wilayah itu, dan avoiding traffic pastinya. Nah kita traceback, kalau jam 5.30 am gue uda berangkat, it means gue siap-siap dan bangun pagi setidaknya jam 4.30 am. Yeah, right!
Dan untuk jam pulang, hmmm... Seandainya jam pulang adalah jam 4.30pm atau jam 5 pm, toh amannya tetap aja harus menunggu 3 in 1 kelar jam 7. Wallaaa... gue sampai rumah jam 8.30 malam, minimal. Can you imagine, what kinda life is that? Totally wasting time only for round-trip to office.


SALARY
Pastinya, tidak mungkin kita menerima kerjaan yang salarynya hanya naik beberapa ratus ribu rupiah. Nah, pertimbangan itulah yang harus diperhatikan. Kalau salary 2x lipat, mungkin masalah lokasi akan dipertimbangkan, kan bisa sewa sopir dan bayar pertamax... Hehehe... (ngelantur)


POSISI
Tentunya kita ga bisa tergantung dari Kamasutra untuk hal ini...#uups lost focus... maksud gue, kalo posisi sama, ngapain pindah? Gue yakin haqul yakin kalo salary tidak mungkin beda jauh. Ya kan?


Nah mostly itulah pertimbangan gue, selain additional facility sepertiCOP (Car Ownership Programme) dan asuransi kesehatan full cover, kalo disediakan tentu lebih disukai. Khusus untuk tunjangan kesehatan, itu sangat-sangat penting saat ini, dan kebetulan perusahaan gue sekarang menerapkan full cover untuk itu. Thanks God gue so far belum pernah sakit parah, meskipun I pray everyday, not to sick.


Dengan sedemikian banyaknya pertimbangan, orang bilang gue kontrak mati ama perusahaan gue sekarang. Tapi engga kok, suerrr... gue cuma pengen berusaha maksimal aja, dan somehow mencari solusi supaya gue ga merasa stuck lagi. Gue ga iri dengan teman-teman gue yang gajinya gede (well, that's a lie) maksudnya ga sebegitunya iri (ehm...) tapi yang gue mau adalah supaya gue ga lagi merasa life is about routines, and that's suck! Gue mencoba untuk traveling, well yeah, that works! Because traveling is the one I love most. Tapi ujung-ujungnya... ehm yah nasib karyawan, keabisan cuti (and money for sure), hehehe... Kalau gue ngikutin hobby, koleksi gadget, gue yakin sih seneng-seneng aja, tapi itu ga selalu berguna. Lah teknologi pasti akan selalu berkembang, masa gaji gue ga berkembang, gue harus empot-empotan demi hobby? Ngimpi kamu!


Jadi solusi dari masalah ini apa ya, I keep thinking over and over... Mungkin gue harus ikutan kursus photography? Dan mulai hunting untuk historic cultural building? Secara gue demen dengan historical building. Mungkin dengan membeli Canon EOS akan sedikit mengurangi kebosanan? Semoga bisa.
Nantinya kalau Tuhan kasih jalan, gue mau mengunjungi beberapa situs-situs budaya dari list UNESCO ini : http://whc.unesco.org/en/list.
Wish me luck for this passion.

My Newest Thought

Operasi Gigi Geraham Bungsu (Menggunakan BPJS 2020)

Hai semuanya, kali ini gue mau share tentang pengalaman gue operasi gigi geraham bungsu atas bawah, sebanyak 4 gigi. Yes, 4 gigi sekaligus! ...