November 28, 2011

My Samsung Galaxy Tab 8.9



Yay! I have my new gadget. I really a gadget freak, if I'm not considering about my wallet, I will buy all!
Sebenernya awalnya, gue ga ada niatan beli Samsung GTab ini, tapi entah kenapa setelah browsing, suddenly the idea just like a pop up in my head! Trus gue searching spesifikasi dan harga di internet melalui website Samsung, ketemu disini
Ukurannya oke, pas banget buat dibawa dan buat browsing, unlike the sister Tab7 or Tab10.1 yang kebesaran di tangan. Spesifikasinya Tab8.9 ini pas banget, dan menggunakan Android baru Honeycomb 3.1, overall mencukupi buat gue, apalagi processor-nya pake NVidia Tegra 2, so grafik pastinya oke.


Akhirnya dengan segenap kebulatan tekad, pergilah gue ke Sentra Ponsel, dan beli itu GTab. Ternyata untuk GTab 8.9 memang semua backcover-nya berwarna putih, ciamik deh. Pas ditangan, tipis pula.
Tapi karena touchscreen, tentunya gue ga mau nanti layarnya lecet atau rusak kalau tidak diprotect sejak awal. Si mbak-nya SenPon nawarin anti glarenya dia, harga 125 ribu! Mahal bener bo'!


Wah saat itu sih gue ga kepikiran kalau ternyata itu anti glare yang jual sangat rare sekali. Gue tolak dengan alasan mahal dan gue mau cari di luar aja. Sempet muter-muter Roxy, ternyata kaga nemu juga. Ternyata emang aksesoris Gtab 8.9 ini masih jarang, so mereka jualnya mahal. Dengan terpaksa hari itu gue pulang dengan tangan kosong (kecuali Gtab gue tentunya).


SAMSUNG GALAXY TAB 8.9
Next day, perburuan anti glare dan leather case dimulai dari.... jreeenggg... KASKUS! My lovely forum dan FJB. Hunting satu persatu, ada yang jual anti glare cukup murah, tapi sayangnya dia ga bisa pasang. Meskipun dia jual dengan harga 60 - 70 ribu, tapi masalahnya, gue ga bisa pasang sendiri. So percuma...  Leather case juga ada yang jual 215 ribu sampai merk Anymode 499 ribu. Luar biasa!


But you know me, I won't give up so easily. Teteup dengan penuh semangat, gue cari di tiap thread yang ada, finally gue ketemu seller yang jual Leather Case  'hanya' 170 ribu dan bisa COD di jakarta barat (sekitar greenville atau green garden). Cihuiii banget! Nah problem sekarang tinggal cari screen guard anti glare-nya.


Ubek-ubek fjb, hanya nemu 2 seller yang jual sekaligus pasang. Satu seller di mangga besar (oh yeah jauhnya!) dan satu lagi di Tomang, but lokasinya agak nyempil gitu bikin males. Sampai-sampai saking desperadonya, gue berniat cari di Mall Puri. Hari Jumat pulang kerja, gue mampir kesana. Coba-coba nanya di TokoPDA.com, eh ada! Harga sih 100ribu, tapi udah berikut pasang. Gue pikir fine lah, secara kalo jual di fjb meskipun lebih murah 30 ribu, tapi tetap aja kan gue harus pasang sendiri. Kalaupun yang mau pasangin, tetep aja gue rugi ongkos bensin, yang kalo diitung-itung gak jauh beda dengan yang di Puri. Akhirnya gue oke-in dan, well... sekarang GTab gue uda tertempel dengan manis.


Berhubung anti glare uda ketemu, tinggal cari Leather Case aja. Gue sempet nanya di Puri (Samsung Plaza) untuk harga casenya, dan emang dia jual 299 ribu, dan 500 ribu (anymode). Gue lihat yang harga 299 ribu kok sama banget dengan yang gue temuin di Kaskus seharga 170 ribu itu. So dengan penuh semangat dan tekad bulat, gue akhirnya COD tuh LC putih di depan resto RASANE greenville, barangnya oke, sama persis dengan LC yang dijual 299 ribu, plus dikasi bonus stylus pen dan lap  halus juga. Pokoknya sekarang my Gtab uda ciamikk deh! Puas gue! Tengkyuh Kaskus! *smile*

November 26, 2011

Didikan keluarga, dulu dan sekarang





Berdasarkan pengalaman selama ini, didikan orangtua (keluarga terutama) itu sangat mempengaruhi kemandirian seseorang. Contohnya gue karena dibesarkan dikeluarga yang tegas, disiplin, dan gak memanjakan, sekarang hampir bisa dibilang semuan kerjaan rumah cukup oke. Sementara, gue ngeliat orang yang dari kecil tidak dibiasakan untuk 'bekerja', dalam dunia nyata akan tetap manja. Orang tersebut selalu berpikir akan ada orang lain yang membereskan semua kerjaan untuk dia, sama seperti waktu mamanya melakukan semua kerjaan untuk dia.


Mungkin sebagai orang tua jaman dulu dan sekarang berbeda, contohnya kalau dulu mindset 'Ayah bekerja, Ibu di rumah bertanggung jawab atas anak' sangat kentara sekali. Kalau hal itu diterapkan sekarang dimana misalnya : sang ayah gaji tak seberapa, nampaknya akan sangat sulit. Umumnya saat ini dibutuhkan kedua-duanya untuk bekerja. Dengan model didikan jaman dulu, pastinya akan sulit sekali beradaptasi. Merasa tidak terima kadang karena harus hidup mandiri, sementara sejak kecil semua disediakan dan dilayani. Even terkadang mereka malah menjadi anak mami, lebih senang pulang ke rumah orangtua daripada hidup mandiri, sendiri.


Repotnya jika hal ini terjadi dengan teman dekat atau pasanganmu. Karena umumnya, dia tidak mau mendengar nasehat dari siapapun kecuali mamanya, dan pikirannya sempit hanya sebatas apa yang dia tangkap dalam keluarganya. Jadi pada akhirnya pola berpikir orang tersebut menjadi kurang bisa menerima pendapat orang. Solusi untuk masalah ini pastinya hanyalah komunikasi dan kesadaran bersama. Tapi semua itu pasti harus dari dua pihak, jika hanya salah satu, kata sepakat tak mungkin didapat. Ujung-ujungnya, talk to the hand saja, yang satu bicara, yang lain tidak mendengarkan.

November 18, 2011

Mtix vs Blitzcard

Yay! Akhirnya Twilight - Breaking Dawn premiere today. Senangnya karena ada mtix, bisa beli duluan pagi-pagi. Itupun tumben banget, di Pluit Village bisa uda ada yang isi di barisan B. Padahal masih jam 7-an. Can you imagine gimana ramenya ntar malem?
Thanks God deh, mtix emang berguna banget buat gue yang hobi nonton sampe ke sumsum tulang.... (apaan seh?)

Tapi betulan, kalau loe penggemar nonton bioskop, somehow lebih berguna punya m-tix daripada blitzcard.
Pertama nih, karena cabang XXI lebih banyak daripada Blitz. Bioskop XXI sudah ada jaringan di Jakarta dan luar Jakarta (cek : http://21cineplex.com/theater.cfm) sementara kalau Blitz hanya wilayah Jakarta-Tangerang dan Bandung (cek : http://www.blitzmegaplex.com/en/index.php). 
Kedua, harga XXI lebih bervariatif, dan lebih murah dibeberapa tempat daripada Blitz terutama untuk workdays, atau istilahnya nomat (nonton hemat). 
Ketiga, kalau kita beli ticket menggunakan m-tix, pengambilan bisa diwakilkan asal menyebutkan kode transaksi. Sementara kalau pembelian dengan Blitzcard, dengar-dengar harus swipe kartunya baru keluar tiketnya.
Sounds so complicated just for watching movies, don't you think so?

Tetapi kelebihannya Blitz dibandingkan XXI adalah teaternya banyak, sehingga pilihannya pun banyak. Selain itu Blitz kerapkali memutar iNAFFF (Indonesia International Fantastic Film Festival) setiap tahunnya. Tahun ini berlangsung dari tanggal 11-20 November 2011 di Blitz Grand Indonesia (cek : http://www.blitzmegaplex.com/en/events_detail.php?id=EV201110250740448608).
Kemudian perbedaannya juga untuk 3Dnya, XXI menggunakan Dolby 3D dan Blitz menggunakan RealD 3D. Membaca penjelasan dari sini, dijelaskan perbedaan 3D untuk kedua bioskop tersebut.
Untuk RealD 3D penjelasannya sebagai berikut :
Merupakan teknologi 3D polarized yang lebih baru, menggunakan kacamata circular polarized. Teknologi ini memungkinkan kepala kita bisa bergerak bebas tanpa kehilangan fokus pada gambar. Tapi efek 3D yang ditampilkan bukanlah efek 3D yang gambarnya bisa keluar dari layar seperti IMAX, melainkan kebalikannya, gambar seakan-akan masuk jauh ke dalam layar. Efek 3D ini tidak membuat otak cepat lelah sehingga cocok untuk menonton film berdurasi panjang.
Sedangkan untuk Dolby 3D penjelasannya begini :
Merupakan teknologi 3D yang lebih baru, sekilas tidak ada perbedaan dengan RealD 3D. Perbedaan yang paling jelas dirasakan penonton adalah adanya pantulan warna di samping kedua mata, terutama pada saat lampu bioskop belum sepenuhnya dimatikan.

Nah jadi memang semua bioskop punya kelebihan dan kekurangannya. Tapi kembali ke masalah mtix vs blitzcard, kalo gue teteup pilih yang lebih banyak lokasi karena fleksibilitasnya lebih tinggi. Secara Jakarta gitu, kena macet dijalan bisa-bisa tiket melayang. Apapun pilihan loe, have a good time in cinema!

November 17, 2011

Bosan, apatis, tak berambisi

Yah benar, itulah gue akhir-akhir ini.


Don't ask me why, it's just happen.


Bulshitt dengan segala keinginan untuk mengembangkan diri, where the hell my passion is? Masa sih passion gue cuma shopping? Unbelievable gue sedangkal itu... (padahal emang bener). Sebelum married padahal gue uda 'bertekad' kalau bakalan mengisi waktu dengan hal yang berguna, yang bisa mengembangkan talenta. But look now? Yang gue lakuin cuma sebatas KERJA, PULANG, NGE-MALL on weekend...  Bukannya gue ga happy, tapi jujur gue bosan.
Padahal ada tuh perumpamaan majikan yang memberikan 5 talenta ke hambanya, dan hambanya bisa mengembalikan 5 talenta plus 5 talenta lagi, total 10 talenta. Hebat nian tuh hamba. Sementara gue, dikasih 1 talenta aja, boro-boro bisa balikin 1 talenta, jangan-jangan malah udah tinggal 1/2 talenta.


Gue merasa ga berguna, stuck!
I just working for living, not working for my passion.


Gimana lagi, kadang kalau kita nurutin passion, kok susah bener nemuin pekerjaan yang cocok. Why? Am I not looking for it? Am I in comfort zone? Mungkin engga juga. Sebenernya kalau dilihat dari kerjaan gue sekarang, cukup menyenangkan. It's just, I can't achieve more, I feel I can't develop myself and it seems I become more lazy everyday. OMG!
What should I do then? Some say, I need to moving forward. Yay! It's not as easy as talking, babe!
Pertama, kerja di Jakarta semakin lama semakin butuh pertimbangan yang matang. Untuk memilih suatu pekerjaan, harus dilihat dari lokasi, salary, dan yang pasti posisi.
Sekarang ini pertimbangan gue :


LOKASI
Semakin jauh lokasi, tentu efeknya semua tau : MACET dan BUANG-BUANG WAKTU. Kebayang donk, gue tinggal di perbatasan Tangerang dengan Jak-Bar, dan (misalnya) gue kerja di Sudirman-Thamrin-Kuningan, you know jam berapa gue harus berangkat? Setidaknya jika masuk kantor jam 8, gue harus berangkat 5.30! Why? Karena ada 3 in 1, jadi gue harus sampe sekitar jam 7 di wilayah itu, dan avoiding traffic pastinya. Nah kita traceback, kalau jam 5.30 am gue uda berangkat, it means gue siap-siap dan bangun pagi setidaknya jam 4.30 am. Yeah, right!
Dan untuk jam pulang, hmmm... Seandainya jam pulang adalah jam 4.30pm atau jam 5 pm, toh amannya tetap aja harus menunggu 3 in 1 kelar jam 7. Wallaaa... gue sampai rumah jam 8.30 malam, minimal. Can you imagine, what kinda life is that? Totally wasting time only for round-trip to office.


SALARY
Pastinya, tidak mungkin kita menerima kerjaan yang salarynya hanya naik beberapa ratus ribu rupiah. Nah, pertimbangan itulah yang harus diperhatikan. Kalau salary 2x lipat, mungkin masalah lokasi akan dipertimbangkan, kan bisa sewa sopir dan bayar pertamax... Hehehe... (ngelantur)


POSISI
Tentunya kita ga bisa tergantung dari Kamasutra untuk hal ini...#uups lost focus... maksud gue, kalo posisi sama, ngapain pindah? Gue yakin haqul yakin kalo salary tidak mungkin beda jauh. Ya kan?


Nah mostly itulah pertimbangan gue, selain additional facility sepertiCOP (Car Ownership Programme) dan asuransi kesehatan full cover, kalo disediakan tentu lebih disukai. Khusus untuk tunjangan kesehatan, itu sangat-sangat penting saat ini, dan kebetulan perusahaan gue sekarang menerapkan full cover untuk itu. Thanks God gue so far belum pernah sakit parah, meskipun I pray everyday, not to sick.


Dengan sedemikian banyaknya pertimbangan, orang bilang gue kontrak mati ama perusahaan gue sekarang. Tapi engga kok, suerrr... gue cuma pengen berusaha maksimal aja, dan somehow mencari solusi supaya gue ga merasa stuck lagi. Gue ga iri dengan teman-teman gue yang gajinya gede (well, that's a lie) maksudnya ga sebegitunya iri (ehm...) tapi yang gue mau adalah supaya gue ga lagi merasa life is about routines, and that's suck! Gue mencoba untuk traveling, well yeah, that works! Because traveling is the one I love most. Tapi ujung-ujungnya... ehm yah nasib karyawan, keabisan cuti (and money for sure), hehehe... Kalau gue ngikutin hobby, koleksi gadget, gue yakin sih seneng-seneng aja, tapi itu ga selalu berguna. Lah teknologi pasti akan selalu berkembang, masa gaji gue ga berkembang, gue harus empot-empotan demi hobby? Ngimpi kamu!


Jadi solusi dari masalah ini apa ya, I keep thinking over and over... Mungkin gue harus ikutan kursus photography? Dan mulai hunting untuk historic cultural building? Secara gue demen dengan historical building. Mungkin dengan membeli Canon EOS akan sedikit mengurangi kebosanan? Semoga bisa.
Nantinya kalau Tuhan kasih jalan, gue mau mengunjungi beberapa situs-situs budaya dari list UNESCO ini : http://whc.unesco.org/en/list.
Wish me luck for this passion.

November 9, 2011

Watch out with your status on Social Media


Pagi-pagi gue baca suatu update status yang unik tapi juga kurang tepat menurut gue. Mungkin beberapa orang bilang itu tidak sepenuhnya salah, tapi juga ga sepenuhnya bener. Berikut update status dari salah seorang teman yang terbaca di wall gue :
kalau belum brani sengsara ga usah pacaran ajah...... 
kalau belum brani dilarang ga usah menikah ajah.......
Nah, menurut gue pribadi, yang menjadi pertanyaan adalah : apakah pacaran berarti sengsara? Atau menikah berarti penuh larangan? I'm not quite sure about that. 
Masalahnya, kalau pacaran bikin kita sengsara, ngapain pacaran? Apalagi kalo nikah berarti dilarang-larang, that's a big question. Dilarang apa? Kenapa harus dilarang? Dilarang main ke mall? Dilarang jalan-jalan dengan teman? Ow... sepertinya pernikahan itu seharusnya penuh dengan toleransi. Saling mengerti tanpa perlu melarang.


Statusnya yang seperti itu malah membuat gue berpikir, there's something wrong with her marriage. Apakah dia merasa sejak nikah trus dilarang ngapa-ngapa? Atau dia yang suka melarang suaminya? It's strange to know her mind only by read her status in Facebook. But personally, i disagree with her status.

November 1, 2011

Is it a good question?



Artikel yang oke nih, buat yang masih lajang tentunya.


KOMPAS.com — Jika Anda masih lajang, Anda pasti sudah berulang kali mendengar pertanyaan seperti, "Kok belum kawin, sih?" atau "Kapan kawin?" atau "Kamu sih, pilih-pilih!" Si penanya mungkin tak sadar betapa menjengkelkannya mendengar pertanyaan seperti itu. Anda sudah mendengarkannya sejak tahap Anda merasa terganggu dengan pertanyaan semacam itu. Anda mulai kebal, hingga mulai terganggu lagi (ketika sadar usia sudah mendekati 35 tahun).


Mungkin si penanya memang tak bermaksud menyinggung perasaan Anda karena itu memang pertanyaan standar yang akan dilontarkan orang ketika sudah lama tak bertemu. Oleh karena itu, daripada stres karena mendapat pertanyaan yang itu-itu saja, lebih baik Anda mencoba menjawabnya dengan cara yang berbeda. Entah itu dengan mengutarakan pandangan Anda tentang pernikahan atau menanggapinya dengan jokes saja. Yang penting, jawablah dengan tenang, tetapi tetap percaya diri. Nah, berikut jawaban yang bisa Anda berikan:


"Belum ketemu yang seiman. Kalau sudah seiman pun, belum tentu langsung cocok, kan?" 
Jawaban ini akan membuat si penanya respek terhadap kondisi Anda bahwa menemukan pasangan yang seiman adalah prinsip Anda, dan ini jauh lebih elegan daripada menikahi siapa saja karena sudah didesak untuk menikah.


"Yah, gimana dong, dulu aku terlalu lama menghabiskan waktu dengan orang yang salah. Sekarang, aku lagi sibuk-sibuknya. Tapi aku tetap mencari, kok!"
Jawaban ini menunjukkan bahwa Anda bersikap realistis dengan kondisi Anda. Anda terlihat percaya diri, tetapi tetap rendah hati. Setiap orang pernah berbuat kesalahan, dan Anda ingin memperbaikinya. Siapa tahu, akibatnya si penanya akan mengenalkan Anda kepada temannya.


"Kalau aku tahu jawabannya, mungkin aku sudah menikah sekarang, dan kamu jadi patah hati!"
Anda bisa mengatakan hal ini jika yang bertanya seorang pria, dan Anda merasa tertarik padanya. Bila ia juga masih lajang, bukan tak mungkin jawaban ini akan membuka peluang baginya untuk menjajaki hubungan dengan Anda.


"Ah, senang juga kok, tetap melajang. Enggak ada yang melarang kalau mau keluar kota, dan enggak perlu kompromi soal apa pun."
Anda menunjukkan bahwa menjadi lajang tak selamanya merugikan atau memalukan. Namun, sampaikan jawaban itu dengan ekspresi yang meyakinkan. Bila tidak, Anda hanya akan dianggap menghibur diri atau bersikap defensif. Kalau Anda memang masih menikmati kehidupan lajang, kalimat ini menjadi cara yang baik untuk menjawab pertanyaan. 


"Aku masih mencari pria beruntung yang akan mendapatkanku...."
Wow... great answer, great sense of humour! Berikan senyuman Anda yang paling menawan dan tunjukkan kepribadian Anda yang menyenangkan. Jawaban ini juga membuat si penanya sadar bahwa perempuan tetap harus mencari pria yang baik dan dapat diandalkan karena Anda pun punya kualitas yang sama. Hanya karena masih lajang, tak berarti Anda desperate.


"Aduh, belum ketemu Mr Right, nih! Cariin, dong!"
Nah, ini jawaban yang akan menguntungkan Anda. Bila Anda memang cukup sibuk sehingga tak terlalu sering meluangkan waktu senggang bersama teman-teman, si penanya akan merasa tergerak untuk mengenalkan Anda dengan teman-temannya. Bahkan, Anda mungkin bisa mendapat kenalan lebih dari satu. Asyik, kan?


"Ya, jelas harus pilih-pilih dong! Kalau tiba-tiba dia ternyata perampok bank, gimana?"
Ini juga jawaban yang asyik karena Anda menanggapi tuduhan "pilih-pilih" tadi dengan humor. Percayalah, sebagai perempuan Anda memang harus memilih pria yang mampu mendampingi Anda seumur hidup. Dan ini tak mungkin dicapai bila Anda tergesa-gesa memutuskan pria yang ingin Anda nikahi. Tentu, pilih-pilih yang dimaksud bukan "pilih yang ganteng, jangkung, kaya, atau terkenal".


Sekali lagi, apa pun jawaban yang Anda berikan, Anda harus percaya dengan apa yang Anda katakan. Bila Anda "membaca" bahwa percakapan itu akan berlarut-larut, segeralah mengganti topik pembicaraan. Ini memperlihatkan bahwa Anda tak bisa diatur olehnya. Lagipula, jika si penanya tergolong orang yang usil atau gemar mengurusi orang lain, tak ada gunanya meladeninya.


Kalau boleh ditambahkan, sekarang ada beberapa jawaban yang lumayan OKE juga, sbb :


"May... maybe Yes, maybe No" 
Jawaban umum akhir-akhir ini, terinspirasi dari salah satu iklan di TV. Lumayan mengena sih. 


"Nunggu kamu punya anak deh.." (untuk penanya yg uda merit tapi belom punya anak) 
"Nunggu kamu punya anak ke..." (itung aja sendiri anak si penanya udah berapa)


Tapi mau bagaimanapun juga, dalam hidup manusia itu, semua pertanyaan ga akan pernah berhenti. Di sini (Indonesia) menganggap pertanyaan-pertanyaan seperti itu adalah wajar, walaupun diluar negeri terkadang pertanyaan seperti itu dianggap ga sopan. Kalau di Indonesia, kita belom merit, akan ditanya kapan nikah. Kalau sudah nikah, pasti ditanya kapan punya anak, even kalo sudah punya anak satu akan ditanya juga kapan nambah anak. Cape gak loe?? Perasaan cuma kapan mati aja ga ditanya. Hahaha...


Kalo gue pribadi sih, gue risih banget dengan pertanyaan itu. Prinsip gue adalah : "Perlakukan orang lain seperti yang kamu ingin orang lain lakukan padamu". So karena gue terganggu, gue juga ga pernah menanyakan something privacy kaya gitu ke temen-temen gue. Baik yang single maupun yang uda beranak. Pentingkah kita membuat mereka merasa dikejar target? Apakah itu mempengaruhi pertemanan kita? I don't think so. I think, somehow, it's kinda annoying.


Kita mau nikah kapan, mau punya anak kapan, itu adalah keputusan kita (dan pasangan kita kelak). Seharusnya sebagai orang lain (walaupun hanya basa-basi), gue pikir ga usah terlalu lebay dengan menanyakan hal tersebut. Kalau teman kita memang berniat menyebarkan berita gembira, bisa dipastikan kita akan tahu juga pada akhirnya. Jadi tidak perlu basa-basi dengan menanyakan hal 'mengganggu' seperti itu disetiap pertemuan. Toh kalaupun kita mau cepet nikah atau enggak, si penanya juga ga akan bantu bayar biaya pernikahan kan? Begitupun kalau kita dikejar target punya anak dengan alasan "umur", toh si penanya ga juga bayarin kebutuhan anak kita? So all that chit-chat are crap for many reasons. Lagipula, ga semua orang menikah hanya dengan tujuan punya anak. Cobalah sebagai manusia bisa open mind sedikit, dan menerima bahwa pikiran manusia itu beda-beda. Dengan begitu bisa memahami kalau apa yang diinginkan tiap individu tidak selalu sama dengan apa yang dimaui oleh penanya.


Kalau gue sekarang sih uda ga terlalu peduli dengan pertanyaan itu, secara buat gue kalo ada yang bertanya kapan punya anak, cukup gue jawab : "Lagi pengen pacaran aja" atau "Belum kepingin". Extreme nya sih kalau ada orang yang nanya terus-terusan di bbm atau ym, ya gue remove aja. Selesai kan? 

My Newest Thought

Operasi Gigi Geraham Bungsu (Menggunakan BPJS 2020)

Hai semuanya, kali ini gue mau share tentang pengalaman gue operasi gigi geraham bungsu atas bawah, sebanyak 4 gigi. Yes, 4 gigi sekaligus! ...